Bagi aku pribadi, masalah Allah Tritunggal adalah satu dari misteri iman yang masih belum bisa kumengerti sepenuhnya secara tuntas dan jelas. Di kala aku mencoba memusatkan diri memikirkan rumusan iman Allah tritunggal, kemudian aku bandingkan dengan pernyataan Allah yang Maha Esa, aku selalu terbentur pada keterbatasan daya olahku. Kesempitan cara aku memikirkan sesuatu. Semakin kupikir semakin terasa paradoksal bunyinya. Allah yang Maha Esa, dikatakan Allah yang berpribadi tiga.
Kala aku coba bolak-balik lembaran-lembaran Kitab Suci, aku belum mampu menemukan penjelasan yang gamblang tentang misteri Allah Tritunggal ini, tentang Apa dan Siapa Allah dan Yesus. Aku merasakan, di Kitab Suci, aku lebih menemukan apa yang dikerjakan oleh Allah dan Yesus serta tokoh-tokoh yang lain, lebih pada apa yang tokoh-tokoh lakukan dan hasilkan, lebih kepada buahnya, yang lebih bersifat fungsional, bukan hakekat apa itu dan siapa orang itu, seperti yang dirumuskan dalam Allah Tritunggal.
Bagi aku pribadi, rumusan Allah Tritunggal adalah sesuatu yang harus aku imani sebagai orang Katholik, meskipun aku belum mampu memahami sepenuhnya. Dari beberapa buku, kumengerti bahwa rumusan itu adalah ‘interpetasi’ suatu cara berfikir dan budaya Yunani pada saat awal perkembangan agama Kristen di Yunani. Bagi budaya dan cara berpikir Yunani, hakekat apa dan siapa adalah hal yang sangat penting. Dalam memahami dogma itu aku perlu untuk selalu mempertimbangkan dan mengingat tempat, suasana dan lingkungan, perkembangannya pada saat itu di alam pikiran Yunani. Jika aku sebagai orang Indonesia yang hidup di saat ini, dan tidak bisa mengerti sepenuhnya dengan daya nalar dan pikiranku, adalah wajar adanya, dan aku tidak perlu sok tahu dan menggembar-gemborkan ‘keistimewaan’ rumusan ini ini, yang mungkin malahan akan bisa menyakiti hati orang lain, atau bahkan membuat permusuhan dengan orang lain yang tidak mengimani.
Bagi aku pribadi, ketidak tahuanku ini lebih meyakinkan aku bahwa misteri Tuhan adalah misteri yang kompleks yang bersifat sangat pribadi bagi orang perorang. Jika aku yang jelas-jelas tidak bisa mengerti apalagi menjelaskan kepada orang lain, namun mengimani miteri ini, sudah seharusnyalah aku juga bisa menghargai dan mengerti jika ada orang lain yang memiliki iman yang lain yang tidak bisa kumengerti.
Jika ada saudaraku yang beragama lain, mengimani sesuatu yang menurut pikiranku tidak logis dan tidak bisa kumengerti, seharusnyalah aku menghargainya sebagai suatu bentuk iman yang bersifat pribadi. Sama seperti ketidak mengertianku akan rumusan dokma Allah tritunggal yang kuimani. (Noery PVA, Rumbai 1 Juni 2001)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Memang pikiran manusia tidak akan pernah mampu untuk menjelaskan atau memahami Tuhan. Saya pernah membaca tulisan mengenai Santo Agustinus. Beliau kurang lebih mengatakan bahwa setelah proses kontemplasi yang panjang, akhirnya ia memahami bahwa Tuhan itu tidak bisa difahami oleh pikiran manusia. Nampaknya hanya hati yang penuh iman akan lebih bisa "memahami" Tuhan.
Post a Comment